Belajar dari Dita Soedarjo Saat Alami Gagal Nikah
Beritaterkini99- Kabar batalnya pertunangan Dita Soedarjo dan Denny Sumargo tersiar sejak Kamis, 13 November 2018. Di tengah masalah asmaranya itu, anak bungsu pemilik MRA Group, Sutikno Soedarjo itu justru menyebarkan semangat positif melalui sejumlah unggahan di akun Instagram pribadinya @ditasoedarjo.
Ia menuliskan rangkaian kalimat bijaksana dengan menyebutkan bahwa hidup tidak selalu sedih dan tidak juga selalu bahagia. Menurut dia, kedua hal itu memang dibutuhkan dalam hidup agar bisa menuliskan kisah indah di dalamnya.
“Kelebihan dan kelemahan, keindahan dan kejelekan adalah harmoni kehidupan. Tidak ada catatan yang sempurna di bawah matahari ini tapi percayalah Tuhan sudah menulis garis tangan kita masing-masing,” tulisnya.
Alih-alih curhat, Dita kembali memanfaatkan momen gagal nikah itu untuk menyampaikan program pemberdayaan perempuan yang telah berjalan beberapa waktu. Program tersebut berjalan beriringan dengan bisnis clothing line yang dipromosikan lewat media sosial, dignitywoman.id.
“Shop and help our women workshop at the same time (Belanja dan membantu pelatihan para perempuan kami secara bersamaan),” tulisnya.
Dalam program pemberdayaan itu, brand pakaian Dita Soedarjo menyediakan bantuan keterampilan bagi para perempuan yang mengalami kekerasan seksual atau menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Program itu juga terbuka bagi perempuan yang tak bisa bekerja kantoran karena harus mengurus anak tanpa bantuan suami.
Program tersebut, jelas Dita, berjalan lewat penyisihan sebagian keuntungan dari penjualan produk untuk melatih para ibu rumah tangga dan janda di beberapa daerah di Jakarta. Di antaranya dengan mengajari creambath dan pijat agar mereka bisa mencari pekerjaan lewat keterampilan tersebut.
Me Mindset
Pada unggahan lain, Dita berkaca atas kepedihan hatinya yang gagal menikah dengan masa-masa ia terlibat dalam hari sosial di rel kereta api. Ia menyampaikan bahwa terkadang hari terburuk yang dialami adalah hari terbaik yang dimimpikan orang yang hidupnya lebih kekurangan.
“Paling tidak, anda masih bisa makan banyak, punya air bersih, punya atap yang kokoh di rumah, punya wifi internet, kesehatan yang bugar bukan tinggal di pinggiran jalan rel kereta api,” tulisnya.
Pengalaman buruk yang dialaminya, jelas Dita, mengingatkannya untuk tidak selalu melihat ke atas, tetapi juga ke bawah. Dengan begitu, ia bisa jauh lebih bersyukur dan bisa belajar untuk tidak membesar-besarkan masalah.
“Walaupun “me” mindset adalah hal yg sangat sulit untuk ditebas,” ujarnya.
Ia pun mengajak para warganet untuk mengubah pola pikir dan belajar mengarahkan emosi untuk menjadi jawaban atas doa-doa orang yang jauh lebih susah daripada kita. “Emosi bisa membuat saya melakukan hal-hal bodoh dan banyak kesengsaraan dari bertindak gegabah. Mending belajar bertindak dengan self control dan kasih!” ucapnya.